Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

~ InspirAzis ~

Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

Motivasi Menjadi Guru?

Sebelum Anda membaca catatan ini lebih jauh, saya ingin bertanya terlebih dahulu. Sudah berapa lama Anda menjadi guru? Satu tahun kah? Dua tahun kah? Lima tahun kah? Sepuluh tahun kah? Atau sudah lebih dari itu? Sehingga Anda lupa sudah berapa tahun Anda menjadi guru? Atau mungkin baru beberapa bulan? Sebentar atau lamanya Anda sudah menjadi guru tidak masalah, yang penting hari ini mari kita evaluasi bersama. Kita cek ulang lagi, apa motivasi kita sebelumnya, sebelum kita mendedikasikan diri kita menjadi seorang guru.

Dalam beberapa kali wawancara calon guru di lembaga pendidikan yang saya terlibat di dalamnya, hampir saya selalu bertanya tentang motivasi mereka menjadi guru. Jawabannya bervariasi. Ada jawabannya yang ingin mengaplikasikan ilmu, ingin menambah ilmu lagi, ingin bekerja di lingkungan yang baik, ingin bekerja di tempat yang tidak terlalu jauh dari rumah, bekerja di tempat yang gajinya lebih tinggi, kurang nyaman dengan pekerjaan atau tempat bekerja sebelumnya, mengikuti saran dari saudara atau teman, dan lain-lain. Tentu saja itu semua adalah jawaban-jawaban yang diucapkan secara lisan, sedangkan apa yang ada dalam hati mereka tentu hanya mereka dan Allah yang lebih tahu.

Sekarang kita coba introspeksi diri, apa yang yang menjadi motivasi diri kita ketika awal sekali kita memutuskan untuk mendedikasikan diri kita menjadi seorang guru. Apakah benar-benar ingin menjadi seorang guru yang cita-cita itu sudah tertanam sejak kecil. Seperti halnya murid-murid kita yang menjawab “menjadi guru” ketika ditanya mengenai cita-cita mereka. Atau jangan-jangan menjadi guru hanya sebagai "pelarian" saja ketika kita sudah melamar kerja ke mana-mana namun tidak ada yang cocok. Bisa jadi kita yang tidak cocok dengan pekerjaan atau lembaga itu, atau lembaganya yang tidak cocok dengan kita.

Namun jika kita lihat sejenak ke belakang mengenai motivasi menjadi guru tersebut bisa jadi tidak berlaku bagi mereka yang background pendidikannya adalah dari ilmu keguruan atau pendidikan. Karena ketika awal mereka masuk ke perguruan tinggi tersebut, harusnya mereka sebelumnya memang bercita-cita menjadi seorang guru dan ingin mendedikasikan dirinya dalam dunia pendidikan. Atau jangan-jangan mereka masuk ke perguruan tinggi tersebut, karena tidak diterima di perguruan tinggi atau fakultas faovorit yang mereka cita-citakan. Sehingga masuk di bidang ilmu keguruan atau pendidikan itu juga hanya menjadi alternatif juga.

Apapun motivasi yang melatarbelakangi, bagi Anda yang hari ini pekerjaannya adalah seorang guru, taqdir Allahlah yang telah membawa Anda menjadi seorang guru dan tidak ada yang salah dengan taqdir. Sehingga kita tidak perlu kecewa dengan taqdir terutama yang sebelumnya tidak pernah mencita-citakan atau bahkan sekedar membayangkan saja akan menjadi guru. Terkada saya pribadi ketika merenungkan tentang bagaimana saya saat ini, jalan yang Allah tunjukkan rasanya begitu nikmat dan indah. Tahapan-tahapan kehidupan yang dijalani sebelumnya begitu mengagumkan dan subhanallah, tidak ada yang salah dengan taqdir yang Allah tetapkan kepada kita.

Sekarang, apa yang perlu kita lakukan bagi yang sudah ditaqdirkan menjadi guru? Yang perlu dilakukan ada meluruskan niat. Niatkan apa yang kita lakukan hari ini adalah semata-mata hanya untuk menggapai ridho Allah. Sehingga apa yang kita lakukan semuanya berbuah pahala. Apalagi salah satu amalan yang tidak akan terputus pahalanya adalah ilmu yang bermanfaat. Sehingga kita para guru harusnya bangga dan bersyukur karena meskipun nanti ketika kita sudah meninggal masih ada peluang pahala yang terus mengalir. Dan itu semua tidak akan terjadi jika kita salah niat. (Semarang, 10 September 2019)
Share:

0 Comments:

Posting Komentar