Kardus Lambaran
Oleh: Nangin Azis Syah
Ketika malam hari, lampu di dalam masjid tidak terlalu terang. Pencahayaan hanya seadanya, ditambah cahaya dari lampu jalan raya yang menembus masuk ke dalam masjid. Aku mencoba untuk mengamati suasana sekitar. Masjid tersebut terdiri dari dua lantai, lantai atas digunakan sebagai ruang utama salat. Sedangkan lantai bawah, setahu saya, biasa digunakan untuk anak-anak mengaji di sore hari. Jika tidak ada pengajian, tempat itu biasa digunakan untuk salat dan bisa juga digunakan untuk istirahat. Hanya saja di lantai bawah, tidak ada karpet yang digelar. Kalau mau rebahan atau duduk berarti langsung di atas lantai.
Hanya saja kalau malam hari, aku memang tidak pernah mampir di masjid tersebut, dan ini adalah kali pertama aku mampir di malam hari untuk salat di masjid tersebut. Di malam yang sudah larut tersebut, terlihat ada hampir sepuluh orang yang tidur di lantai satu masjid. Jika dilihat dari penampilannya, di antaranya terlihat seperti pedagang keliling, karena di sampingnya ada barang-barang dagangan yang mereka bawa.
Ada juga yang terlihat seperti pengojek on-line dengan jaket khas mereka yang dijadikan sebagai bantal. Dan beberapa yang lain saya tidak bisa memperkirakan kenapa mereka tidak di dalam masjid tersebut. Dalam batin saya berkata, betapa mereka bekerja mati-matian untuk mengupayakan sesuap nasi sehingga mereka tidak sempat pulang ke rumahnya masing-masing.
Di sisi yang lain, saya melihat juga ada seorang wanita muda yang usianya mungkin sekitar 25 sampai 30 tahun yang di bagian lengan dan lehernya terdapat bertato. Meskipun bertato, tapi tidak terlihat kucel. Beliau terlihat sedang bercakap-cakap ringan dengan temannya. Tanpa ada perasaan yang mencurigakan, aku melanjutkan untuk bermain kecil dengan si buah hati sementara sang istri sedang berwudu sebelum mendirikan salat.
Tanpa saya sadari, wanita tersebut mendekat ke arah saya. Beliau mencoba menggoda si kecil yang terlihat menggemaskan. Namun karena si kecil masih bayi, dia selalu menjaga diri dari orang-orang yang tidak di kenal dengan langsung memeluk ayah atau bundanya. Karena tidak berhasil menggoda si kecil, wanita tersebut kembali ke tempatnya.
Beberapa saat kemudian, sementara istri sedang salat, wanita tersebut datang lagi mendekat ke arah saya dan si kecil. Kali ini dia membawa beberapa lembar kardus. “Ini kardus lambaran buat adik, kasihan adiknya kedinginan”, katanya sambil menjulurkan beberapa lembar kardus. Setelah menyerahkan kardus lambaran tersebut, ia beranjak ke sisi lain dari masjid tersebut. Dia berpindah ke teras sebuah rumah yang ada di sekitar masjid. Di teras tersebut juga terlihat ada temannya yang sedang rebahan.
Kardus tersebut aku terima sambil membalas ucapannya dengan ucapan terima kasih. Lagi-lagi karena si Kecil selalu menjaga diri dari hal-hal yang baru, jadi dia tidak mau menggunakan kardus tersebut sebagai alas tidur. Kardus lambaran tersebut akhirnya hanya saya sandarkan ke salah satu tiang masjid Si Kecil merasa lebih nyaman duduk atau tiduran dipangku oleh sang ayah sambil menikmati suasana sekitar.
“Assalamu’alaikum warahmatullah, assalamu’alaikum warahamatullah”, istri mengucap salam sambil menoleh, ke kanan dan ke kiri tandanya istri sudah selesai salat dan dilanjutkan dengan beberapa doa singkat. Setelah selesai berdoa, istri langsung mendekat ke arah saya. Dan biasa, salaman setelah salat, berharap segala salah dan dosa yang pernah dilakukan baik disengaja maupun tidak disengaja saling memaafkan dan berharap ampunan dari Allah. Tak lupa istri minta disalami sambil dicium tangannya oleh si kecil dan menciumnya kembali berharap agar kasih sayang selalu tercurah.
Tidak lama berselang, wanita tadi kembali mendekat. Kali ini dia membawa sesuatu yang berbeda. Dia membawakan 1 bungkus jipang untuk diberikan kepada si kecil. Dia langsung menyodorkan kepada si kecil. Lagi-lagi, pada sesuatu yang asing, si kecil tidak serta merta mau langsung menerima, walaupun saya paham kalau si kecil sebenarnya suka dengan jenis makanan tersebut. Akhirnya saya terima langsung dengan mengucapkan terima kasih kepada wanita tersebut. Tidak lupa saya juga mengajari si kecil untuk mengucapkan terima kasih. Setelah memberikan jipang tersebut, wanita itu langsung kembali ke tempatnya.
Karena istri sudah selesai salat, kami melanjutkan perjalanan kembali agar bisa sampai rumah sebelum tengah malam. Kawatir kalau sudah melewati pukul 00.00 WIB, gerbang kompleks perumahan biasanya sudah digembok. Di tengah-tengah perjalanan, saya berdiskusi dengan istri tentang apa yang kami alami dan kami rasakan barusan di masjid. Tentang orang-orang yang tidur di masjid, tentang wanita muda yang bertato, tentang kardus lambaran, tentang sikap si kecil yang semuanya itu memiliki hikmah pelajaran yang berharga jika kita mau memikirkannya.
Hanya saja ada satu hal yang membuat kami sedikit berpikir tentang diri kami sendiri. Apakah tadi di masjid, kami juga terlihat seperti orang yang mau bermalam menunggu pagi di masjid tersebut. Ditambah lagi karena pakaian yang kami kenakan terlihat sedikit kucel setelah perjalanan jauh. Sehingga pada akhirnya kami disodori beberapa lembar kardus lambaran untuk dijadikan alas tidur.
Kami tiba di depan gerbang kompleks perumahan sekitar pukul 00.00 dan gerbang kompleks perumahan belum digembok. Warga yang jaga juga masih tetap di tempat yang kami biasa nongkrong di situ kalau jaga malam. Dan sebelumnya, ketika dalam perjalanan pulang, saya memang sudah menghubungi Pak RT, minta tolong agar gembok gerbang tidak dikunci terlebih dahulu. Dan akhirnya tiba di rumah dan bisa istirahat sejenak untuk menunggu pagi melanjutkan lembaran-lembaran kehidupan.
Semarang, 09 November 2019
Edisi belajar menulis esai. Apakah tulisan seperti ini bisa dikatakan sebagai esai?
0 Comments:
Posting Komentar