Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

~ InspirAzis ~

Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

Kurikulum Pendidikan Nabawiyah, Kurikulum Pendidikan untuk Negri yang Berketuhanan

Kurikulum Pendidikan untuk Negri yang Berketuhanan
Syah Azis Nangin Abu Zaid


Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam hidup bersama para sahabat selama sekitar 23 tahun, sejak beliau menerima wahyu hingga wafat. Dalam kurun waktu tersebut, Rasulullah meninggalkan para sahabat dengan memiliki karakter keimanan yang kuat. Selain itu, para sahabat juga mempunyai ilmu pengetahuan yang luas. Karena itu, kita perlu bertanya apa yang sesungguhnya diajarkan oleh Rasulullah dalam mendidik mereka? Sehingga hasilnya bisa demikian hebat.


Dalam dunia pendidikan, ada tiga unsur pokok yang harus ada. Yang kalau satu di antar tidak ada, maka tidak akan mungkin terjadi proses pendidikan. Apa saja itu? Yang pertama adalah Guru. Yang kedua, murid. Dan yang ketiga adalah kurikulum. Maka dalam pendidikan para sahabat, gurunya adalah Rasulullah. Muridnya, para sahabat. Dan kurikulumnya adalah apa yang diajarkan oleh Rasulullah. Kurikulum yang diajarkan oleh Rasulullah ini dapat kita sebut dengan Kurikulum Pendidikan Nabawiyah.

Untuk mengetahui Kurikulum Pendidikan Nabawiyah, kita dapat berpedoman pada kesaksian salah satu sahabat Rasulullah yaitu Jundub bin Abdullah. Sebagaimana berikut ini:

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ، ‌فَتَعَلَّمْنَا ‌الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ، فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا

“Jundub bin Abdillah berkata: Kami bersama Nabi saat kami masih remaja; kami belajar Iman sebelum belajar Al-Quran. Kemudian ketika kami belajar Al-Quran, maka bertambahlah Iman kami.” (Sunan Ibnu Majah no. 60, disahihkan oleh Al-Albani).

Dalam Riwayat Ath-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman terdapat kalimat tambahan Jundub:

فَإِنَّكُمُ الْيَوْمَ تَعَلَّمُونَ الْقُرْآنَ قَبْلَ الْإِيمَانِ

“Adapun kalian hari ini belajar Al-Quran sebelum iman.”

Hadits tersebut menunjukkan bahwa beberapa hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Yang pertama, bahwa belajar itu harus dilakukan sejak dini, tanpa menunggu usia renta. Jundub bin Abdullah sedang dalam masa remaja ketika mendapatkan pelajaran langsung dari Rasulullah.

Yang kedua adalah, adalah Kurikulum Pendidikan Nabawiyah. Kurikulum tersebut ada dua jenis yaitu Iman dan Al-Quran. Dua kurikulum tersebutlah yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabat mulia. Yang dengan kedua kurikulum tersebut telah lahir generasi terbaik sepanjang masa. Mereka mempelajari Iman sebagai fondasi Aqidah yang benar. Kemudian mereka belajar Al-Quran untuk menguatkan fondasi keimanan tersebut dan memagarinya agar tetap terjaga.

Dan yang ketiga adalah mengenai “Urutan”, yaitu Iman sebelum Al-Quran. Jundub bin Abdullah menyampaikan kesaksiannya tersebut kepada para tabi’in. (Tabi’in adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad). Sedangkan kualitas para tabi’in ketika itu mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena salah urutan dalam pendidikan mereka. Mereka belajar Al-Quran terlebih dahulu baru belajar Iman. Meskipun jika dibandingkan dengan zaman sekarang, pasti kita sangat tertinggal jauh.

Para sahabat mempelajari Iman sehingga memiliki adab yang baik. Karena buah dari Iman yang kuat adalah akhlak yang mulia. Yang dengan adab atau akhlak tersebut mereka memiliki karakter keimanan yang kokoh. Sedangkan Al-Quran, kita tahu bahwa isinya semua adalah ilmu pengetahuan. Yang dengan ilmu tersebut, kita bisa menjadikannya sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Siapa yang mendalam pemahaman Al-Qurannya maka akan luas pengetahuannya. Karena itu dari istilah “Iman sebelum Al-Quran” hadir juga turunannya yaitu “Adab Sebelum Ilmu”.

Gabungan dua kurikulum ini dengan urutan yang tepat akan menghasilkan generasi sekelas sahabat. Mereka memiliki karakter kepribadian yang kokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas. Salah urutan saja menyebabkan penurunan kualitas, padahal masih mempelajari Iman dan Al-Quran. Maka bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika kurikulum pendidikan kita tanpa Iman dan tanpa Al-Quran.

Lantas, bagaimana dengan agama lain? Kaidahnya sama saja. Belajar keimanan sesuai dengan ajaran agama masing-masing terlebih dahulu. Dan dilanjutkan dengan mendalami kitab suci masing-masing. Dan inilah Kurikulum Pendidikan Berkarakter yang sesungguhnya yang tepat untuk bangsa ini. Bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan Sila Pertama Pancasila. Jika hal ini dapat dilakukan maka, semoga negeri ini akan menjadi negeri yang Allah hadirkan keberkahan baik dari langit maupun dari bumi. (Wallahu a’lam)

Senin, 1 Juni 2020 / 9 Syawal 1441 H
Share:

0 Comments:

Posting Komentar