Judul : Antologi Cerpen Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010Editor : Suyitno Ethexs
Kurator : Chamim Kohari-Saiful Bakri-Umi Salama
Desain cover : warung grafis indonesia
Lukisan cover : Putu Sutawijaya, Sangkring Art Space, Yogyakarta
Foto lukisan cover : oleh Wahyu Wiedy Tantra
Layout : kang madrim
Cetakan pertama : Oktober 2010
ISBN : 978-602-97907-1-9
Tebal : xx + 689 halaman
Kurator : Chamim Kohari-Saiful Bakri-Umi Salama
Desain cover : warung grafis indonesia
Lukisan cover : Putu Sutawijaya, Sangkring Art Space, Yogyakarta
Foto lukisan cover : oleh Wahyu Wiedy Tantra
Layout : kang madrim
Cetakan pertama : Oktober 2010
ISBN : 978-602-97907-1-9
Tebal : xx + 689 halaman
Harga : Rp 100.000,-
Penerbit:
Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto
Jl. Jayanegara 4
Kabupaten Mojokerto 61361
e-mail: dewankeseniankabmojokerto@gmail.com
Penerbit:
Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto
Jl. Jayanegara 4
Kabupaten Mojokerto 61361
e-mail: dewankeseniankabmojokerto@gmail.com
CERPEN DI GAPURA CANDI WRINGIN LAWANG
Sebuah Pengantar
Sungguh,
kami harus tahu diri, dan kami mencoba meyakinkan bahwa tugas kurator
yang hendak diamanatkan kepada kami sebenarnya salah alamat, dan kami
menyodorkan beberapa nama yang layak mengemban tugas itu, tetapi ditolak
dengan alasan bahwa nama-nama yang dimaksud memang layak, tetapi
dianggap tidak "steeril" dari virus-virus "Primodialisme komunitas"
yang justru akan menjadi "beban" bagi niat baik diselenggarakannya
"Festival Bulan Purnama Majapahit", memang selama ini jarang ada yang
berani menerbitkan antologi puisi atau cerpen di luar "klik"nya.
Tugas kurator itu akhirnya tetap diamanatkan kepada kami yang "wong ndeso" yang dianggap belum terkontaminasi oleh "primordialisme komunitas"
dan hirukpikuk sastra di media massa. Terus terang dengan
"tergagap-gagap" kami terima amanat itu, dan betul setelah kami baca
karya-karya sastra yang telah dikirim, dan kami buka lembaran-lembaran
kertas yang menumpuk sekitar 7 rim, yang di dalamnya masih campur antara
karya puisi dan karya cerpen, ternyata terdapat banyak nama-nama "beken" yang sudah terkenal di jagad sastra Indonesia, nyali kami menjadi semakin "mungkret",
tetapi dengan kesabaran dan keberanian yang diberani-beranikan, kami
terus membenamkan diri dalam kubangan cerpen-cerpen dan puisi-puisi,
ternyata semakin dalam kami menyelam semakin asyik.
Membaca
cerpen yang bertebaran di dalam antologi Festival Bulan Purnama
Majapahit 2010 ini, sungguh sangat mendebarkan, kami semacam menapaki "Cahaya Tajalli"
yang berjajar panjang penuh pesona, kami betul-betul diajak melayari
aneka pelangi warna-warni keindahan Nusantara. Dari cerpen yang paling
sederhana dan pendek seperti "Aku dan dia ada di sana" karya Alfi Laila,
seorang pelajar yang masih duduk di kelas VII, sampai dengan cerpen
yang "sufistik" dan panjang seperti "Montel" karya Fahruddin
Nasrulloh, seorang cerpenis yang karya-karyanya sudah banyak dimuat di
media massa dan buku-buku kumpulan cerpen Indonesia, dimana untuk
memahaminya kami harus "mengeryitkan kening" membaca berulang-ulang
dengan menggunakan bashar dan bashirah (mata kepala
dan mata hati) ditambah dengan menggunakan imajinasi yang rangkap,
sampai-sampai muncul kekuatiran, jangan-jangan cerpen seperti itulah
yang bisa menjadikan masyarakat Indonesia semakin menjauhi sastra. Pada
hal Guy de Maupassant, seorang pengarang dari Perancis mengatakan bahwa "Kekuatan
cerpen bukan terletak pada panjang-pendeknya cerita, tetapi bagaimana
pengarang yang hanya berada dalam satu ruang terbatas mampu menyajikan
suatu dunia, yang unik dan penuh dengan berbagai kemungkinan".
Dalam cerpen "Montel", Fahruddin sepertinya sengaja mencoba keluar dari
"tradisi" kepenulisan cerpen, atau ia sedang "bergenit-genit" atau
barangkali itu hanya sebagai "strategi literer" untuk menjadikan pembaca
agar terbelalak dan geleng-geleng.
Pada
umumnya cerpen yang masuk dalam Antologi Festival Bulan Purnama
Majapahit 2010 ini, menggunakan ragam bahasa intimed (bahasa pergaulan
sehari-hari) tetapi ada juga yang menggunakan bahasa baku seperti cerpen
"Bila rindu itu datang" karya Masduri AS (Sumenep). Lain lagi dengan
Anna Noor (Tangerang), cerpen karyanya yang berjudul "Kenduri Cinta"
mampu menggambarkan setting dengan apik dan memasukkan unsur ekstrinsik
sosio kulutural masyarakat Jawa Tengah, sehingga cerpennya lebih
menarik. Termasuk cerpenis Yusri Fajar (Malang) dengan judul karyanya
"Perempuan yang bercengkerama dengan anjing" juga berhasil menggambarkan
setting dengan baik, sehingga mampu memindahkan pembaca dari tempatnya,
seakan-akan pembaca seperti berada di Frankfurt Jerman. Khoirul Umam
(Sumenep) dengan cerpen "Mayat"nya juga berhasil mengurai alur cerita
sehingga asyik dinikmati, Begitu juga Mochammad Asrori (Mojokerto)
dengan karyanya yang berjudul "Lalat", tema ceritanya mengarah ke
aliran seni simbolis. Cerpenis Suhairi dengan karyanya yang berjudul
"Penggusuran mayat" sedikit ironi, seakan-akan Indonesia itu sempit,
sampai-sampai makam pun harus digusur. Wahyudi Zie dengan karyanya yang
berjudul "Wanita yang dipasung di bawah pohon beringin" menyadarkan
kepada kita sebenarnya yang gila itu siapa, dan masih banyak lagi
cerpen-cerpen menarik lainnya.
Di saat sedang suntuk-suntuknya menikmati karya-karya itu, tiba-tiba kami teringat dengan Budi Darma, yang menyatakan "Bila
seorang pengarang hanya mampu melihat obyek luarnya saja, maka itu
hanya akan menjadi dongeng. Dan begitu habis pengalaman pengarang, maka
habis pulalah kemampuan pengarang untuk mendongeng. Tentu saja pengarang
yang baik tidak tabu mengangkat realitas harafiah ke dalam novelnya
---termasuk cerpen--- selama yang menjadi tumpuan baginya bukan fakta
semata-mata. Pengarang mempunyai imajinasi dan aspirasi. Dengan
imajinasinya dia dapat menciptakan realitas yang bukan harafiah,
meskipun yang diangkatnya adalah realitas harafiah. Setelah menjadi
novel realitas harafiah ini sudah mengalami metamorphose melalui
kekuatan imajinasi pengarangnya". (Harmonium 1975 : 74). Paling
tidak Budi Darma mengingatkan kepada para cerpenis agar tidak terjebak
pada realitas semata, sebab hasilnya akan bisa menjadi seperti karya
jurnalistik.
Dari Gapura Candi Wringin Lawang Trowulan Mojokerto, kami dan masyarakat sastra menggantungkan harapan, semoga Antologi Cerpen Festifal Bulan Purnama Majapahit 2010 ini,
mampu membuka pintu cakrawala sastra Indonesia, meskipun kami sadar
bahwa hal itu seperti mimpi, tidak mudah dan memerlukan kerja besar dari
semua pihak.
Akhirnya,
dari semua naskah cerpen yang dikirimkan sebanyak 170 judul, dan hanya
94 judul cerpen yang kami anggap layak ditampilkan di Antologi Cerpen
Festifal Bulan Purnama Majapahit tahun 2010 ini, dan selebihnya yang 76
cerpen yang tidak lolos kami mohon maaf.
Dengan
ketulusan dan kerendahan hati, kami mohon maaf atas keterbatasan kami,
kami yakin tiada gading yang tak retak, karena itu tegur sapa dan
sumbang saran dari semua pihak sangat diharapkan.
Sekian. Semoga bermanfaat.
Mojokerto, 20 Oktober 2010
Kurator,
1. Chamim Kohari
2. Umi Salama
3. Saiful Bakri
0 Comments:
Posting Komentar