Sudah lama aku tidak pernah latihan pencak silat lagi. Padahal dulu ketika duduk di bangku Madrasah Aliah, pencak silat adalah salah satu hobi yang paling aku gemari. Karena itu juga aku dulu pernah bergabung dengan Tapak Suci, salah satu aliran pencak yang ada di tanah air. Meskipun belum pernah ikut dalam lomba-lomba tingkat daerah maupun cabang tapi aku bangga ketika mendapat juara II dalam lomba pencak silat antar Fakultas pada Pekan Studi dan Sosialisasi Kampus / OSPEK mahasiswa baru IAIN Walisongo Semarang, 2006.
Tulisan ini bertujuan untuk merefresh kembali ingatanku mengenai pancak silat, meski sudah tidak aktif lagi dalam dunia tersebut. Namun paling tidak, aku pernah merasakan berlatih selama lebih kurang 4 (empat) tahun hingga memperoleh Sabuk Biru dalam Tapak Suci yang tergabung dalam Persatuan Silat Darularafah (Persida), organisasi silat yang ada di Pesantren Darularafah, sebuah pondok pesantren di mana aku pernah menimba ilmu di dalamnya. Aku bangga pada Pencak Silat karena Pencak Silat merupakan salah satu organisasi kebanggaan nasional yang memiliki sejarah panjang dalam mempersatukan bangsa Indonesia.
Ketika kita mendengar istilah pencak silat maka yang mungkin terbayang di benak kita adalah jurus-jurus, pertarungan, olah raga, spiritualitas, kebatinan, seni, dan kebudayaan. Persepsi-persepsi tersebut tidaklah salah karena Pencak Silat memang mengalami perkembangan yang luar biasa. Fungsi awal sebagai pembelaan diri telah mengalami perkembangan pada fungsi-fungsi yang lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Namun yang tidak bisa diabaikan adalah bahwa Pencak Silat memiliki peranan yang sangat penting sebagai wadah persatuan bangsa Indonesia.
Pencak silat merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia yang terbentuk sejalan dengan perkembangan sejarah rakyat Indonesia. Sebelum bangsa Belanda menjajah bangsa Indonesia, dunia persilatan sudah muncul dalam budaya bangsa, meskipun masih bersifat kedaerahan sesuai dengan entitasnya masing-masing. Karena itu pada saat sekarang ini pencak silat Indonesia memiliki berbagai aliran pencak silat. Meski wujud dan corak yang dimiliki pencak Silat Indonesia beraneka ragam, namun memiliki aspek yang sama yaitu pembelaan diri, baik dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok bahkan bangsa dan negara.
Nenek moyang selain terkenal sebagai pelaut juga terkenal sebagai pesilat atau pendekar. Dalam buku-buku legenda atau cerita daerah baik yang fiksi maupun kisah nyata, ada banyak sosok yang diceritakan sebagai seorang pendekar. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa kita yang memiliki peradaban yang tinggi, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun bangsa yang maju. Daerah-daerah dan pulau-pulau yang dihuni berkembang menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan dan kehidupan yang teratur. Tata pembelaan diri di zaman tersebut yang terutama didasarkan kepada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem pembelaan diri.
Para ahli pembelaan diri dan pendekar mendapat tempat yang tinggi di masyarakat. Begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yang ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus. Pasukan yang kuat di zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit serta kerajaan lainnya pada masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang tinggi. Pemupukan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pembelaan diri.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (sekitar 670-700 Masehi), juga banyak ditemukan catatan-catatan yang berkaitan dengan pencak silat. Pada zaman itu, sudah terdapat senjata asli Indonesia berupa trisula. Hal ini dapat kita lihat pada prasasti dan arca yang ditemukan di daerah Sumatra. Hal ini menunjukkan bahwa bala tentara Kerajaan Sriwijaya memiliki kekuatan yang ampuh. Sebab, tanpa kekuatan yang ampuh, suatu kerajaan tidak akan mampu bertahan dan melebarkan sayap seluas kerajaan Sriwijaya. (Murhananto: 1993, hal. 9)
Untuk menjadi prajurit atau pendekar diperlukan syarat-syarat dan latihan yang mendalam di bawah bimbingan seorang guru. Pada masa perkembangan agama Islam ilmu pembelaan diri dipupuk bersama ajaran kerohanian. Sehingga basis-basis agama Islam terkenal dengan ketinggian ilmu bela dirinya. Jelaslah, bahwa sejak zaman sebelum penjajahan Belanda kita telah mempunyai sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan bangsa Indonesia.
Pada masa pemerintahan Belanda berkuasa, pencak silat dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya sehingga mereka menghalangi perkembangan pencak silat di tanah air. Larangan berlatih bela diri diadakan bahkan larangan untuk berkumpul dan berkelompok. Sehingga perkembangan pembelaan diri bangsa Indonesia melalui pencak silat yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan kehidupannya. Hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil Pencak Silat dipertahankan. Pemerintah Belanda hanya mengizinkan pengembangan pencak silat sebagai sebuah kesenian belaka yang hanya menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara. Pengaruh dari penekanan ini banyak mewarnai perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya.
Pada masa pemerintahan Jepang, Pencak Silat sebagai ilmu nasional didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat. Di seluruh Jawa serentak didirikan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh pemerintah. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan Nasional.
Walaupun pada masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional. (id.wikipedia.org/wiki/IPSI)
Sesuai dengan tuntutan perjuangan untuk bersatu, pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta dibentuk sebuah wadah tunggal organisasi Pencak Silat yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia, disingkat IPSI. Dengan tujuan:
Nenek moyang selain terkenal sebagai pelaut juga terkenal sebagai pesilat atau pendekar. Dalam buku-buku legenda atau cerita daerah baik yang fiksi maupun kisah nyata, ada banyak sosok yang diceritakan sebagai seorang pendekar. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa kita yang memiliki peradaban yang tinggi, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun bangsa yang maju. Daerah-daerah dan pulau-pulau yang dihuni berkembang menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan dan kehidupan yang teratur. Tata pembelaan diri di zaman tersebut yang terutama didasarkan kepada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem pembelaan diri.
Para ahli pembelaan diri dan pendekar mendapat tempat yang tinggi di masyarakat. Begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yang ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus. Pasukan yang kuat di zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit serta kerajaan lainnya pada masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang tinggi. Pemupukan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pembelaan diri.
Pada zaman Kerajaan Sriwijaya (sekitar 670-700 Masehi), juga banyak ditemukan catatan-catatan yang berkaitan dengan pencak silat. Pada zaman itu, sudah terdapat senjata asli Indonesia berupa trisula. Hal ini dapat kita lihat pada prasasti dan arca yang ditemukan di daerah Sumatra. Hal ini menunjukkan bahwa bala tentara Kerajaan Sriwijaya memiliki kekuatan yang ampuh. Sebab, tanpa kekuatan yang ampuh, suatu kerajaan tidak akan mampu bertahan dan melebarkan sayap seluas kerajaan Sriwijaya. (Murhananto: 1993, hal. 9)
Untuk menjadi prajurit atau pendekar diperlukan syarat-syarat dan latihan yang mendalam di bawah bimbingan seorang guru. Pada masa perkembangan agama Islam ilmu pembelaan diri dipupuk bersama ajaran kerohanian. Sehingga basis-basis agama Islam terkenal dengan ketinggian ilmu bela dirinya. Jelaslah, bahwa sejak zaman sebelum penjajahan Belanda kita telah mempunyai sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan bangsa Indonesia.
Pada masa pemerintahan Belanda berkuasa, pencak silat dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya sehingga mereka menghalangi perkembangan pencak silat di tanah air. Larangan berlatih bela diri diadakan bahkan larangan untuk berkumpul dan berkelompok. Sehingga perkembangan pembelaan diri bangsa Indonesia melalui pencak silat yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan kehidupannya. Hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil Pencak Silat dipertahankan. Pemerintah Belanda hanya mengizinkan pengembangan pencak silat sebagai sebuah kesenian belaka yang hanya menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara. Pengaruh dari penekanan ini banyak mewarnai perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya.
Pada masa pemerintahan Jepang, Pencak Silat sebagai ilmu nasional didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu. Di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat. Di seluruh Jawa serentak didirikan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh pemerintah. Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang sendiri bukan untuk kepentingan Nasional.
Walaupun pada masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional. (id.wikipedia.org/wiki/IPSI)
Sesuai dengan tuntutan perjuangan untuk bersatu, pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta dibentuk sebuah wadah tunggal organisasi Pencak Silat yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia, disingkat IPSI. Dengan tujuan:
1. Mempersatukan dan membina seluruh perguruan Pencak Silat yang terdapat di Indonesia.
2. Menggali, melestarikan, mengembangkan dan memasyarakatkankan Pencak Silat serta nilai-nilainya.
3. Menjadikan Pencak Silat beserta nilai-nilainya sebagai sarana nation dan character building serta sarana perjuangan bangsa.
Nama organisasi tersebut pada Munas pertama IPSI tahun 1950 diubah menjadi Ikatan pencak Silat Indonesia dengan Singkatan yang sama. (Notosoejitno: 1997, hal. 29)
Dari tujuan awal pendirian, sangat terlihat dengan jelas betapa Pencak Silat diharapkan mampu menjadi salah satu sarana yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu Pencak Silat juga diharapkan mampu membentuk karakter bangsa melalui spirit yang melekat dalam dunia pencak silat terutama spirit persatuan.
Pemerintah mengukuhkan istilah “Pencak Silat” bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia pada tahun 1973 di Tugu, Bogor dalam sebuah seminar Pencak Silat. Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di Jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatra orang menyebut Silat.
Kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat. Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri / manusia dari bela diri atau bencana.
Kontroversi tentang nama dan arti pencak silat juga terjadi di daerah-daerah di Indonesia, dan tidak pernah terselesaikan. O’ong Maryono dalam bukunya “Pencak Silat Merentang Waktu” berpendapat bahwa pada mulanya perguruan-perguruan menggunakan penyebutan “pencak” saja, atau sebaliknya, hanya “silat” saja dalam “terjemahan” bahasa daerah. Baru dengan pendirian IPSI pada tahun 1948, muncul usaha kolektif untuk mempersatukan semua perguruan di Indonesia yang akhirnya terwujud pada tahun 1973, waktu “pencak silat” dikukuhkan secara resmi sebagai istilah nasional. (O’ong Maryono: 2000, hal. 8)
Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah: Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam “Prasetya Pesilat Indonesia” juga tertuang jelas bahwa pencak silat merupakan sebuah wadah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia. “Prasetya Pesilat Indonesia”, terdiri dari 7 butir prasetya sebagai satu kesatuan yang merupakan kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia sebagai warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir prasetya yang pertama dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya yang ketiga, keempat dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir prasetya yang keenam dan ketujuh.
Nama organisasi tersebut pada Munas pertama IPSI tahun 1950 diubah menjadi Ikatan pencak Silat Indonesia dengan Singkatan yang sama. (Notosoejitno: 1997, hal. 29)
Dari tujuan awal pendirian, sangat terlihat dengan jelas betapa Pencak Silat diharapkan mampu menjadi salah satu sarana yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu Pencak Silat juga diharapkan mampu membentuk karakter bangsa melalui spirit yang melekat dalam dunia pencak silat terutama spirit persatuan.
Pemerintah mengukuhkan istilah “Pencak Silat” bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia pada tahun 1973 di Tugu, Bogor dalam sebuah seminar Pencak Silat. Di masa lalu tidak semua daerah di Indonesia menggunakan istilah Pencak Silat. Di beberapa daerah di Jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatra orang menyebut Silat.
Kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat. Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan. Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri / manusia dari bela diri atau bencana.
Kontroversi tentang nama dan arti pencak silat juga terjadi di daerah-daerah di Indonesia, dan tidak pernah terselesaikan. O’ong Maryono dalam bukunya “Pencak Silat Merentang Waktu” berpendapat bahwa pada mulanya perguruan-perguruan menggunakan penyebutan “pencak” saja, atau sebaliknya, hanya “silat” saja dalam “terjemahan” bahasa daerah. Baru dengan pendirian IPSI pada tahun 1948, muncul usaha kolektif untuk mempersatukan semua perguruan di Indonesia yang akhirnya terwujud pada tahun 1973, waktu “pencak silat” dikukuhkan secara resmi sebagai istilah nasional. (O’ong Maryono: 2000, hal. 8)
Dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan kebatinan. Definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB. IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah: Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam “Prasetya Pesilat Indonesia” juga tertuang jelas bahwa pencak silat merupakan sebuah wadah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia. “Prasetya Pesilat Indonesia”, terdiri dari 7 butir prasetya sebagai satu kesatuan yang merupakan kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia sebagai warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir prasetya yang pertama dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya yang ketiga, keempat dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir prasetya yang keenam dan ketujuh.
Rumusan “Prasetya Pesilat Indonesia” selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa.
5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia.
6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan. (O’ong Maryono: 2000, hal. 117)
Kini pencak silat telah dijadikan wahana pendidikan bagi generasi muda yang berkualitas. Perguruan-perguruan pencak silat menghasilkan manusia-manusia yang kuat mentalitasnya; cerdas, tegas, dan terampil; berperilaku terpuji serta mempunyai budi pekerti yang luhur; berwibawa; disegani dan pantas menjadi panutan di lingkungan masyarakat. Orang-orang seperti inilah yang kemudian pantas disebut sebagai “pendekar”.
Sebagai wahana pendidikan kependekaran, pencak silat sarat akan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur pencak silat itu dapat dimengerti dari empat aspek, yaitu: aspek mental spiritual, aspek oleh raga, aspek seni, dan aspek bela diri. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan bulat. (Joko Subroto, Moch. Rohadi: 1996 hal. 9)
Kini pencak silat telah merambah masuk dalam dunia pendidikan. Di berbagai sekolah dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi di Indonesia, pencak silat menjadi kegiatan ekstra kurikuler yang paling digemari. Bahkan pencak silat telah menjadi salah satu cabang olah raga yang diperlombakan dalam kejuaraan-kejuaraan di tingkat nasional bahkan internasional. Jika keempat aspek tersebut telah dipadukan pada diri setiap pesilat, tentu ia akan mampu menjadi salah satu unsur perekat bangsa ini untuk bersatu dan mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa Indonesia di tengah-tengah dunia internasional.
Dari uraian singkat di atas tergambar dengan jelas betapa pencak silat telah menjadi salah satu wadah yang pantas diperhitungkan peranannya sebagai wadah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Pencak silat tidak hanya digunakan dalam rangka pembelaan diri saja, olah raga, atau seni. Lebih dari itu, Pencak Silat mampu menjadi suatu ikatan pemersatu bangsa Indonesia karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia meskipun berbeda aliran pencak silat. Sebagai mana yang tertuang dalam makna ikatan pita berwarna putih pada lambang IPSI.
Daftar Pustaka:
Sebagai wahana pendidikan kependekaran, pencak silat sarat akan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur pencak silat itu dapat dimengerti dari empat aspek, yaitu: aspek mental spiritual, aspek oleh raga, aspek seni, dan aspek bela diri. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan bulat. (Joko Subroto, Moch. Rohadi: 1996 hal. 9)
Kini pencak silat telah merambah masuk dalam dunia pendidikan. Di berbagai sekolah dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi di Indonesia, pencak silat menjadi kegiatan ekstra kurikuler yang paling digemari. Bahkan pencak silat telah menjadi salah satu cabang olah raga yang diperlombakan dalam kejuaraan-kejuaraan di tingkat nasional bahkan internasional. Jika keempat aspek tersebut telah dipadukan pada diri setiap pesilat, tentu ia akan mampu menjadi salah satu unsur perekat bangsa ini untuk bersatu dan mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa Indonesia di tengah-tengah dunia internasional.
Dari uraian singkat di atas tergambar dengan jelas betapa pencak silat telah menjadi salah satu wadah yang pantas diperhitungkan peranannya sebagai wadah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Pencak silat tidak hanya digunakan dalam rangka pembelaan diri saja, olah raga, atau seni. Lebih dari itu, Pencak Silat mampu menjadi suatu ikatan pemersatu bangsa Indonesia karena dilandasi oleh rasa berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia meskipun berbeda aliran pencak silat. Sebagai mana yang tertuang dalam makna ikatan pita berwarna putih pada lambang IPSI.
Daftar Pustaka:
Maryono, O’ong, Pencak Silat Merentang Waktu, Yogyakarta: Galang Press, 2000
Murhananto, Menyelami Pencak Silat, Jakarta: Puspa Swara, 1993
Notosoejitno, Khazanah Pencak Silat, Jakarta: Infomedika, 1997
Subroto Joko, Rohadi Moch, Kaidah-kaidah Pencak Silat, Solo: Aneka, Cet. 2, 1996
http://id.wikipedia.org/wiki/IPSI diakses pada 16 Maret 2012
salam gan ...
BalasHapusmenghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !