Ramdhan merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin. Hal ini karena terdapat banyak sekali fadhilah yang dapat diperoleh di dalamnya. Di antaranya bahwa di bulan Ramadhan amalan wajib dilipatgandakan pahalanya sebanyak tujuh puluh kali lipat sedangkan amalan sunnah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadhan. Padahal di luar bulan Ramadhan, setiap kebajikan pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Rasulullah SAW menyebutkan, “Dalam bulan biasa, pahala setiap kebajikan dilipatgandakan 10 kali lipat, namun dalam bulan Ramadhan pahala amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan amalan yang sunah disamakan dengan pahala amalan wajib di luar Ramadhan.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu pada umumnya umat Islam berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya di bulan Ramadhan. Ramadhan juga ibaratnya adalah sebagai madrosah, sedangkan orang mukmin adalah muridnya, puasa adalah pelajarannya kemudian derajat taqwa adalah nilai rapornya. Baik buruknya nilai tersebut tentu tergantung dari baik buruk ibadah yang dikerjakan selama bulan Ramadhan.
Di bulan Ramadhan, puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh seorang mu’min. Ia tidak bisa dikerjakan di bulan lain selain di bulan Ramadhan. Kecuali kalau ada halangan syar’i yang membolehkannya berbuka. Karena itu, bulan Ramadhan juga disebut sebagai syahru shiyam (bulan puasa). Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah [2]: 183, “Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Rasulullah SAW juga telah bersabda, “Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan ridha Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu” (HR. Bukhari). Dalam hadits lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunahkan shalat pada malam harinya. (HR. Ahmad).
Dalam surat al-Baqarah [2]: 183 disebutkan bahwa panggilan untuk menjalankan ibadah puasa ditujukan bagi orang-orang yang beriman. Iman sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW kepada para sahabat, ketika malaikat Jibril a.s. datang menyerupai manusia mengajarkan agama Islam, menyebutkan, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta beriman kepada Qadar baik dan buruknya. (HR. Muslim). Jadi barang siapa yang telah meyakini hal-hal di atas dengan sepenuh hati dan diamalkan dalam perbuatan maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang beriman. Dalam surat al-Hujurat [49]: 15 Allah SWT menyebutkan, “Sesungguhnya orang mukmin sejati adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya dijalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Sedangkan di akhir bulan Ramadhan, seorang mukmin yang telah menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya akan mendapatkan nilai. Hasil dari ibadah yang telah dilakukan selama sebulan penuh. Predikat tersebut adalah derajat taqwa. sebagaimana disebutkan di akhir ayat dalam surat al-Baqarah [2]:183.
Secara bahasa, taqwa berarti takut, takut bukan dalam rangka menghindar, tapi mendekatkan diri kepada Allah. Ada juga yang menafsirkan taqwa dari huruf-huruf penyusunnya yaitu ‘ta’, tawadhu’ (rendah hati); ‘qaf’, qona’ah (rela dengan apapun yang diberikan Allah), wira’i (menahan diri dari segala sesuatu yang haram dan yang dapat menjauhkan diri dari Allah), dan ‘ya’, yaqin (yakin bahwa kesusahan dan kepahitan hidup ini tidak akan berlangsung selama-lamanya). Kajian mengenai taqwa sangatlah luas. Namun secara sederhana, taqwa adalah menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Dengan mendapatkan predikat ini seorang mukmin akan menjadi pribadi yang mulia di hadapan Allah SWT karena yang menjadikan seseorang mulia di sisi Allah adalah ketakwaannya. Dalam surat al-Hujurat [49]: 13 yang artinya, “sesungguhnya yang menjadikan kamu mulia di hadapan Allah adalah ketakwaanmu”.
Di akhir Ramadhan nanti kita bisa mengevaluasi diri. Apakah kita sudah mendapatkan predikat taqwa sebagaimana yang dijanjikan Allah. Predikat tersebut tidaklah datang dengan sendirinya melainkan dengan usaha dan kerja keras selama satu bulan berperang melawan hawa nafsu. Jika belum tergapai, mungkin karena ketika Ramadhan kita belum mengisi hari-hari kita dengan penuh rasa keimanan dan mengharap ridha Allah SWT.
Sedangkan orang-orang yang dalam dirinya bersemayam ketaqwaan akan menjadi kekasih Allah SWT. Begitu tegas Allah menyatakan dalam surat Ali Imran [3]: 76, “maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa”. Innallaha yuhibbul muttaqin, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa, petikan ini juga termaktub dalam surah at-Taubah [9] ayat 4 dan 7. Dari sini dapat dipahami bahwa bulan Ramadhan merupakan bulannya kekasih Allah. Wallahu a’lam bishshowab.