Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

~ InspirAzis ~

Menulis dengan Hati, Menyeru dengan Hikmah

Ketika Guru Lebih “Ditakuti” Daripada Orang Tua

Dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia ini, masih ada banyak hal yang masih menjadi problem. Di antaranya adalah hubungan antara murid, guru, dan orang tua. Seyogyanya orang tua haruslah lebih “ditakuti” daripada guru mereka. Sebelumnya saya ingin menjelaskan sedikit mengenai istilah “ditakuti” yang saya maksudkan dalam tulisan ini. Karena istilah tersebut bisa bermakna negatif dan juga bisa bermakna positif.

Istilah “ditakuti” bermakna negatif ketika ditakuti tersebut dipahami sebagai ekspresi ketakutan seorang murid terhadap guru seperti bayangan bahwa guru tersebut adalah jelmaan monster. Atau kalau dalam dunia perkuliahan kita sering sebut dengan istilah dosen “killer”. Sehingga para murid akan merasa sungkan untuk berinteraksi dengan guru yang dipandang “bengis” tersebut. Di sisi lain, istilah “ditakuti” ini bisa juga menunjukkan sesuatu yang positif yang menunjukkan kewibawaan yang tinggi dari seorang guru. Dengan kata lain bentuk “ditakuti” tersebut adalah bentuk penghormatan seorang murid kepada gurunya. Hal ini akan membawa para murid menjadi takut untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh guru dan selalu berupaya melakukan hal yang disenangi guru. Dengan demikian takutnya seorang murid terhadap gurunya adalah sesuatu yang baik sebagaimana takutnya seorang hamba terhadap rabb-nya.

Hanya saja problem sosial pendidikan kita hari ini maslah rasa takut ini, murid acap kali lebih takut kepada gurunya daripada kepada orang tuanya. Seorang murid lebih patuh kepada gurunya daripada kepada orang tuanya, lebih khawatir dimarahi gurunya daripada orang tuanya. Padahal kalau mau dilihat dari urutan kepatuhan seorang anak, harusnya anak lebih takut kepada orang tuanya daripada gurunya. Hal ini karena orang tua mempunyai jasa dan peran yang lebih besar dalam membentuk kepribadian anak bahkan dalam mendidik anak. Apalagi nanti di akhirat, orang tualah yang lebih banyak dimintai pertanggungjawaban dari pada gurunya.

Kenapa hal semcam ini bisa terjadi, kasus di mana guru lebih “ditakuti” daripada orang tua. Masalah ketika kepatuhan anak lebih tinggi kepada gurunya daripada kepada orang tuanya bahkan penghormatan seorang anak kepada guru terkadang lebih tinggi daripada kepada orang tua yang sudah melahirkan dan membesarkan mereka. Ketika guru meminta sesuatu kepada murid, murid lebih bergegas daripada ketika diminta oleh orang tuanya. Terkadang anak juga bisa lebih berani kepada orang tuanya kepada guru. Kalau kasus seperti ini sudah terjadi pada diri seorang murid maka perlu mendapat perhatian khusus untuk dicari solusinya sehingga kepatuhan kepada orang tua harusnya lebih tinggi daripada kepada guru.

Masalah yang utama adalah karena hilangnya peran keluarga sebagai institusi utama dalam proses pendidikan anak. Pembentukan karakter anak hari ini lebih menitikberatkan pada peran sekolah atau lembaga di mana anak menuntut ilmu. Orang tua lebih memfokuskan diri untuk mencari sekolah yang baik buat buah hatinya serta hanya memfokuskan untuk mencari biaya agar bisa sekolah di tempat yang terkenal dan favorit. Orang tua seakan-akan tidak terpikir untuk terlibat langsung dalam mendidik anak. Mereka hanya meyakini bahwa ketika sekolah tempat anak belajar baik, maka baik juga pendidikan anaknya. Dan orang tua hari ini banyak meyakini bahwa ketika lulus dari sekolah tersebut, lulus juga pembentukan karakter anaknya menjadi pribadi yang mulia.

Padahal sekolah harusnya hanya membantu orang tua mendidik putra-putrinya dalam belajar. Artinya bahwa keluargalah atau orang tua khususnya yang memiliki peran utama dalam membentuk kepribadian anak sehingga menjadi lebih baik. Ketika peran orang tua atau keluarga hilang atau berkurang perannya maka bisa jadi itu juga yang membentuk anak menjadi pribadi yang berkurang rasa takutnya dan penghormatannya kepada orang tua dibandingkan kepada guru karena gurulah yang sehari-hari bersama anak dalam pertumbuhannya sehingga menjadi lebih dewasa.

Hal yang lain yang perlu diwaspadai adalah orientasi pendidikan hari ini. Tidak sedikit rasanya sekolah atau lembaga pendidikan hari ini yang hanya berorientasi pada nilai atau prestasi akademik. Anak akan dianggap berprestasi kalau pencapaian nilainya tinggi-tinggi untuk setiap mata pelajaran atau juara dalam kelasnya. Ketika anak juga orientasi pendidikannya bertumpu pada nilai-nilai kognitif, maka yang dikejar juga hanya angka-angka. Murid pastinya akan berusaha memiliki nilai yang tinggi agar disayang oleh gurunya, sedangkan mereka yang memiliki nilai rendah akan merasa malu dan takut kepada guru dibandingkan dengan orang tuanya. Dengan orang tuanya bisa saja hanya biasa-biasa saja.

Kedua hal tersebut rasanya perlu juga untuk menjadi perhatian bagi para guru, orang tua serta sekolah atau lembaga pendidikan, walaupun barangkali ada faktor-faktor yang lain yang juga berpengaruh. Ketika peran orang tua sebagai institusi pendidikan yang utama diambil oleh sekolah maka hal tersebut bisa jadi akan melahirkan generasi-generasi yang lebih “takut” kepada gurunya daripada kepada orang tuanya. Bahkan anak bisa jadi akan lebih patuh kepada guru daripada kepada orang tuanya. Begitu pun dengan sekolah yang hanya berorientasi kepada nilai-nilai dan prestasi akademik. Sekolah yang seperti itu tidak akan mengambil nilai akademik seorang anak dari besarnya kepatuhan anak kepada orang dan keluarganya. (Nangin Azis Syah)
Share:

3 Comments:

  1. Pada bagian
    "... murid acap kali lebih takut kepada gurunya daripada kepada muridnya."
    Sepertinya ada kekeliruan. Selain itu ketakutan murid baik terhadap guru maupun orang tua sudah jarang ditemui. Anak-anak sekarang seperti memiliki superior effect sehingga tidak ada yg mereka takuti lagi. Hal ini bisa dilihat salah satunya dari sikap anak yang membalikkan nasihat gurunya, dengan gaya bercanda pula.
    Untuk penulisan di blog menurut saya paragrafnya terlalu panjang.
    Tetap semangat!
    Salam Literasi!
    (Lala di batas maya)

    BalasHapus
  2. di jaman now, mungkin "ketakutan" pada guru mulai luntur karena banyak juga guru yang mampu jadi teman untuk muridnya.

    BalasHapus